Analisis Keberlanjutan Sistem Pertanian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan bidang yang sangat penting untuk menunjang kehidupan umat manusia. Perkembangan pertanian diawali dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat prasejarah, yaitu perubahan dari budaya food gathering (berburu dan meramu) menjadi food producing (bercocok tanam). Sejak periode bercocok tanam tersebut, bidang pertanian selalu mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Bahkan sejak revolusi industri di Inggris akhir abad ke-18, industri pertanian, termasuk juga industri pengolahan hasil pertanian dan industri pangan, berkembang dengan pesat.
Perkembangan bidang pertanian yang begitu pesat, ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri. Menurut Kasumbogo-Untung (2010), penerapan pertanian konvensional yang selama ini dilakukan antara lain: (1) Peningkatan erosi permukaan, banjir dan tanah longsor, (2) Penurunan kesuburan tanah, (3) Hilangnya bahan organik tanah, (4) Salinasi air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah, (5) Peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, limbah domestic, (6) Eutrifikasi badan air, (7) Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar, (8) Pemerosotan keanekaragaman hayati pertanian, hilangnya kearifan tradisional dan budaya tanaman local.
Penerapan pertanian konvensional pada awalnya mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tetapi ternyata diketahui kemudian efisiensi produksi semakin lama semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan.
Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, para pakar mengeluarkan gagasan mengenai pertanian berkelanjutan. Dengan konsep pertanian berkelanjutan diharapkan sistem pertanian dapat bertahan sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial (FAO, 1989). Sedangkan Thrupp (1996) menjelaskan pertanian perkelanjutan sebagai praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung jawabkan. Dalam pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa petanian berkelanjutan bertumpu pada 3 pilar, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial.
Pada hikikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Kata “berkelanjutan” sekarang ini digunakkan secara meluas dalam lingkup program pembangunan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai ”menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, ”kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosial ekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian.
Salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan adalah input minimal (low input) secara khusus ditulis oleh Franklin H. King dalam bukunya Farmers of Forty Centuries. King membandingkan penggunaan input minimal dan pendekatan berkelanjutan pada pertanian daratan Timur (oriental) dengan apa yang dia lihat sebagai kesalahan metoda yang digunakan petani Amerika. Gagasan King adalah bahwa sistem pertanian memiliki kapasitas internal yang besar untuk melakukan regenerasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya internal.
Siapapun yang bergerak di bidang pertanian seharusnya berbagi kepedulian yang lebih luas pada masyarakat dalam mendukung lingkungan yang bersih dan nyaman. Selama sepuluh tahun terakhir, telah terjadi paradigma yang mengangkat masyarakat pertanian dari kondisi yang mengharuskan produktivitas lebih tinggi menuju suatu kondisi masyarakat yang peduli pada keberlanjutan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kesalahan bahwa produktivitas yang tinggi dari kegiatan pertanian konvensional telah menimbulkan biaya kerusakan yang cukup siginifikan terhadap lingkungan alam dan disrupsi masalah sosial. Dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan yang berbeda telah direkomendasikan sebagai alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Tetapi kriteria yang paling penting untuk kebanyakan petani dalam mempertimbangkan suatu perubahan usaha tani adalah keingingan memperoleh hasil yang layak secara ekonomi.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan praktikum pertanian berkelanjutan ini adalah untuk :
1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pentingnya pertanian berkelanjutan.
2. Mengukur keberlanjutan pola tanam yang telah diterapkan oleh petani apakah telah memenuhi indicator keberlanjutan system pertanian.
3. Mengenal beberapa pola tanam pertanian berkelanjutan.
4. Membandingkan pola tanam pertanian konvensional dengan pola tanam berbasis pertanian berkelanjutan.
5. Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam hal komunikasi terhadap petani.
6. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam mengamati perkembangan system pertanian.
7. Meningkatkan kesadaran mahasiswa dan para petani untuk senantiasa melakukan upaya mempertahankan keberlanjutan system pertanian melalui penerapan praktek pertanian yang berwawasan lingkungan lestari.
BAB II
TINJAUN PISTAKA
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997).
(FAO/WHO Codex Alimentarius Commission, 1999). Pertanian organic merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah.
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961).
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garamgaram (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2001).
The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, (2) membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya, dan (7) mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.
Kriteria sistem pertanian berkelanjutan : Keberlanjutan Secara Ekonomi, Pola pertanian yang dikembangkan bisa menjamin infestasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti juga meminimalkan atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses produksi pertanian. Dalam poin keberlanjutan ekonomi ini, masih banyak terlihat bahwa petani (dan pertanian) kita belum sustain secara ekonomi dalam pengelolaan pertaniannya. Sebagai contoh, di lapangan penulis banyak menjumpai petani yang harus (terus-menerus) berutang menjelang musim tanam (untuk biaya produksi dan alat). Ketergantungan petani atas input dari luar (terutama pupuk dan pestisida) adalah bukti paling nyata. Jadi kita harus memulai (saat ini juga) memperkenalkan kepada para petani kita beberapa alternatif model pertanian, semisal LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture). Dimana dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, system pertanian hutan-tani (agroforestry) justru dapat menjadi jalan keluar. Keberlanjutan Ekologi, Keberlanjutan ekologis adalah upaya mengembangkan agroekosistem agar memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui pengelolaan terpadu untuk memelihara dan mendorong peningkatan fungsi sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem juga berorientasi pada keragaman hayati (biodiversity).
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut: (1) pengendalian hama terpadu, (2) aplikasi sistem rotasi dan budidaya rumput, (3) konservasi lahan, (4) menjaga kualitas air/lahan basah, (5) aplikasi tanaman pelindung, (6) diversifikasi lahan dan tanaman, (7) pengelolaan nutrisi tanaman, (8) agroforestri (wana tani), (9) manajemen pemasaran, dan (10) audit dan evaluasi manajemen pertanian secara terpadu dan holistik.
Pengelolaan usaha pertanian berkelanjutan yang masih dapat dikembangkan dan dipadukan dengan budidaya yang lain, seperti peternakan dan perkebunan sehingga sebuah usaha tani akan mempunyai pendapatan yang sifatnya berkesinambungan dari mulai pendapatan bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan sampai tahunan serta perencanaan pendapatan untuk jangka panjang serta penggunaan pupuk, pestisida maupun pemberantasan hama secara organik/alami yang ramah lingkungan akan menyelamatkan air tanah/tanah dari pencemaranan bahan pestisida kimia/zat kimia lainnya dan juga untuk menjaga kesehatan manusia serta pemanasan global.
Menurut Suwardi (2009) Tumpang Sari Ramah Lingkungan merupakan salah satu teknik budidaya dengan beberapa jenis tanaman yang dikelola secara bersamaan dengan memperhitungkan masa panen tanaman tersebut. Pengertian ramah lingkungan disini, di samping mengurangi penggunaan bahan-bahan anorganik (pupuk kimia, pestisida) dan meningkatkan penggunaan bahan-bahan organik (Kompos, Bokashi, pupuk organik cair dll) serta dalam mengatasi/mengusir hama pun dengan cara alami, dengan pestisida alami, perasan air bawang putih untuk hama kutu putih ataupun dengan kecubung untuk hama pada padi dan tanaman hortikultura serta buah jengkol untuk hama tikus, dsb. Juga berorientasi untuk menjaga keseimbangan antarkomponen ekosistem. Hal ini dilakukan untuk menjaga keragaman spesies (komoditas) serta menjamin kelestarian sumber daya pertanian, seperti lahan air, dan organisme-organisme yang hidup didalamnya yang bermanfaat bagi kestabilan ekosistem.
Tujuan dari teknik tersebut diantaranya :
• Usaha pertanian mempunyai hasil panen yang berkesinambungan
• Mencoba memaksimalkan pengolahan lahan
• Mengefektifkan penanggulangan hama dan penyakit
• Menghemat sarana produki pertanian
• Menjaga konservasi air dan tanah dari pencemaran zat kimia
• Mencegah pemanasan global (Global Warming)
• Menjaga kesehatan manusia
Langkah awal untuk untuk budidaya tumpang sari adalah menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, baik untuk jenis tanaman jangka pendek, atau jangka panjang. Sebagai gambaran, misalkan pada lahan yang dikelola akan dibudidayakan tanaman karet yang merupakan budidaya jangka panjang. Hal ini akan lebih efektif jika diawali dengan pertanian hortikultura untuk budidaya jangka pendek, yaitu dengan budidaya cabai, sawi, tomat, labu, dan jenis sayuran lainnya atau palawija. Sampai tanaman karet kira-kira berumur 2,5 tahun, disela-selanya masih dapat dibudidayakan tanaman hortikultura. Jenis tanaman hortikultura atau sayuran juga masih dapat dilakukan secara tumpang sari dalam pengelolaannya, yaitu dengan memperhitungkan masa panen tanaman tersebut. Misalnya sayuran yang berumur pendek seperti sawi, bayam, kangkung dapat dipadukan atau ditanam secara bersama-sama dengan tanaman sayuran jangka menengah seperti kubis, tomat dan cabai.
Menanam cabai, kubis dan sawi secara bersamaan dalam satu lahan dan satu balur merupakan salah satu contoh tumpang sari tanaman sayuran dengan alur masa panen yang berkesinambungan. Tanaman sawi akan habis masa panennya lebih awal antara 25-40 hari, setelah sawi habis maka tanaman kubis yang mempunyai masa panen antara umur 65-80 hari menjadi panen yang kedua. Sedang tanaman cabai yang masa panennya antara umur 3-6 bulan akan mengisi panen yang berikutnya. Dengan adanya pengelolaan yang tepat dalam satu lahan akan menghasilkan tanaman sayuran secara berturut-turut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Desa njetis, Darmod kecamatn Landungsari. Pada tanggal 01 November 2012.
3.2. Analisa Data
Data hasil kajian Pustaka dikelompokkan berdasarkan sub pokok bahasan, kemudian dilakukan kajian secara diskriptif partisipatif yaitu menguraikan pokok masalah dengan kenyataan yang terjadi.
3.3. Pengumpulan data dari petani setempat.
pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari satu areal bentang lahan (land scape) yang terdiri dari beberapa petani yang dituju dengan beberapa komuditas. Pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan indept interview dengan petani, artinya mahasiswa melakukan wawancara dengan petani tentang beberpa hal yang berkaitan dengan praktek pertania yang beberapa hal yang berkaitan dengan praktek pertania yang telah dilakukan oleh petani dan mengisi lembar dat yang telah tersedia dalm buku panduan praktikum.
3.4. Survey lahan-lahan pertanian untuk mengevaluasi indicator keberlanjutan system pertanian.
Mahasiswa melakuakan survey ke lahan pertanian untuk melihat langsung beberapa sistem penanaman secara konvensional dan berbasis pertania berkelanjutan, kemudian melakukan penilaian tentang criteria pertania berkelanjutan ditingkat petani yang diusulkan oleh Van der Heide et al,. (1992) yaitu:
A. Apakah sitem pertanian tersebut dapat mempertahankan sumber alam sebagai penunjang produksi tanaman untuk jangka panjang, dengan cara:
1. Mengontrol erosi dan memperbaiki struktur tanah.
2. Mempertahankan kesuburan tanah dengan cara menjaga keseimbanagan hara.
3. Mengusahakan diversifikasa tanaman di lahan.
B. Apakah sistem pertanian tersebut dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan tenaga kerja yang cukup malalui: swasembada penyediaan pangan, kayu bakar dan hasil sampingan lainnya. Pengamatn ini dapat dilakuakn dengan melakukan wawancara dengan petai tentang produktivitas lahan yang dihasilkan mencakup jenis tanaman apa saja. Apakah tanaman palawija, hortikultura, tanaman pepohonan dan hasil sampingan lainnya?
C. Apakah sistem pertania tersebut dapat mengatasi resiko gagal panen akibat musim yang kurang cocok, hama, penyakit, gulma dan turunnya harga pasaran, malalui:
1. Mempertahankan diversifikasi.
2. Mampu bertahan bila mengalami kagagalan dalam produksi.
D. Apakah sistem pertanian tersebut dapat menyediakan dan memberikan peluang untuk perbaikan dan pengembangan:
1. Penelitian pada tingkat petani untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan.
2. Paket teknologi yang cocok untuk berbagai kondisi.
BAB IV
HASIL OBSERVASI
A. IDENTITAS OBSERVASI
1. Nama : Ibu Raminten
2. Umur :
3. Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)
4. Profesi Lain : Peternak Sapi Perah
5. Alamat : Jetis, Darmod
6. Lokasi Desa, kec. : Darmo, Landungsari
B. IDENTITAS LAHAN PERTANIAN
1. Luas Garapan (Ha) : ¼ (Ha)
a. Sawah (Ha) : ¼ (Ha)
b. Tegal (Ha) : -
2. Status lahan :
a. Milik sendiri b. Sewa c. Kerja sama d. Tebasan
3. Jenis tanaman yang ditanami : 1. Tanaman Pangan, Contoh: PADI.
2. Serealia, Contoh: Kacang Tanah.
3.Tanaman Hortikultura, Contoh: Tomat dan Bongkol.
C. TEKNIK BUDIDAYA
1. Sumber tenaga kerja :
a. Dikerjakn sendiri
b. Nggarapn Pakai tenaga hewan
c. Menggunakan tenagan orang lain
d. Menggunakan tenaga mesin
2. Urutan penggarapan :
a. Penggarapan pertama lahan sawa ditanami padi
b. Penggaran selanjutnya lahan sawah ditanami kacang tanah
c. Kemudian penggarapan yang terakhir adalah lahan sawah tersebut ditanami tanaman hortikultura, yaitu : tomat dan bongkol.
Penggarapan lahan dilakukan secara rotasi, yaitu dalam satu tahun ditanami tiga jenis tanaman seperti tanaman pangan (Padi). Selang 3 bulan pada saat padi telah panen maka penggarapan lahan sawah ditanami tanaman serealia (Kacang tanah), setelah kacang tanh panen penggarapan lahan sawah selanjutnya ditanami tanaman hortikultura yaitu tomat dan bongkol.
3. Penggunaan sarana produksi :
a. Obat-obatan :
• Jenis : Pestisida
• Jumlah : tergantung dari jenis tanaman yang di tanam sesuai
dengan musimnya.
b. Pupuk Anorganik :
• ZA (kg/ha) : -
• Urea (kg/ha) :
• TSP (kg/ha) : -
• KCL (kg/hs) : -
• N-P-K )kg/ha) : 200 kg
c. Pupuk Organik :
• Jenis : Pupuk Kandang
• Jumlah (Ku) : ± 250 kg
• Asal : Kotoran sapi
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh petani :
1. Apakah petani merasakan penurunan produksi tanaman dari tahu ke tahun di lahannya?
Jawab : iya
2. Apakah petani berpendapat bahwa biaya produksi uahasa tani yang dikerjakan semakin meningkat?
Jawab : iya
3. Input apa yang dirasakn meningkat? (tenaga kerja, penggunaan pupuk, pestisida atau yang lainnya)?
Jawab : semua input yang dirasakan meningkat, namun yang paling meningkat adalah input ptenaga kerja, hal ini didasarkan pada luas lahan yang di kalikan dengan jumlah benih yang ditanam.
4. Apakah petani merasakan terjadinya penurunan kesuburan tanah?
Jawab : iya, hal ini terlihat dari aplikas pemberian pupuk kandang dan pengembalian residu alami. Yang dimaksudkan bertujuan untuk memperbaiki penurunan kesubura tanah selama penggarapn selama satu taanh.
5. Bagaiman upaya yang telah dilakuakan?
Jawab : hal pertama yang dilakukan oleh petani adalah beralihnya penggunaan pupuk anorganik menjadi penggunaan pupuk organic. Kemudian pengembalian residu alami ke lahan.
6. Apakah petani memahami dampak perubahan bahan organic terhadap kesuburan tanah?
Jawab : iya, petani memahami bahwa perubahan bahan organic terhadap kesuburan tanah. Petani menyatakan bahwa setelah pemkaian bahan organic lahan sawah yang diolah lebih subur meskipun hal tersebut membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang, hal ini mengacu pada sifat bahan organic yang membutuhkan waktu lebih lama untuk tterdekomposisi.
7. Apakah yang dilakuakan petani terhadap sisa panen (bahan organic di sekitar lahannya)? (apakah dikomposkan, dibakar, dijadikan pakan ternak atau yang lainnya?)
Jawab : petani memperlakukan sisa panen dengan cara di kembalikan ke tanah yaitu sebagai residu alami dan sebagai pakan ternak.
Sisa panen padi dijadikan sebagai pakan ternak dan mulsa, sedangkan sisa panen kacang tanh dijadikan sebagai residu alami dan mulsa.
8. Apakah petani selalu menambahkan bahan organic ke lahan pertaniannya?
Jawab : iya. petani selalu menambahkan bahan organic ke lahan pertaniannya, yang berupa pupuk kandang.
9. Bagaimana upaya petani untuk memperoleh bahan organic untuk lahannya?
Jawab : untuk memperoleh bahan organic untuk lahannya petani melakukan dengan cara berternak sapi perah.
10. Adakah dampak yang diamati oleh petani pada lahannya setelah mengaplikasikan bahan organic?
Jawab : dampaknya terlihat pada struktur tanah yang remah, awalnya struktur tanah lengket dan susah di oalh hal ini diakibatkan penggunaan pupuk anorganil (Urea), kemudian petani beralih menggunakan pupuk organic (pupuk kandang) sehingga megakibatkan tanah yang awalnya sulit diolah menjadi remah dan mudah di olah.
D. PRODUKSI.
1. Padi : 1.2 ton
2. Kacang tanah : 500 kg.
3. Tomat : 400 kg.
4. Brongkol : 200 kg.
BAB V
PEMBAHASAN
Lahan pertanian yang digunakan oleh petani tersebut merupakan lahan yang sudah turun temurun dan selalu dilakukan pengolahan yang sama sejak dari keluarga terdahulu. Tidak adanya perubahan cara pengolahan lahan inilah yang dapat memungkinkan terjadinya penurunan kualitas kesuburan dari lahan tersebut.
Dari hasil wawancara yang telah kami lakukan, bahwa petani telah merasakan adanya penurunan jumlah produksi dari lahan yang di manfaatkan. Penurunan ini telah dirasakan semenjak 5 tahun yang lalu. Produksi yang di hasilkan dari tanaman padi dengan varietas serang yang ditanam pernah menghasilkan hingga ± 1,5 ton dalam luasan lahan ¼ ha (6 ton/ha). Namun selang beberapa tahun kemudian produksi mulai menurun hingga yang paling rendah yaitu ± 1 ton dalam luasan ¼ ha.
Untuk menentukan apakah budidaya yang dilakukan dilahan ibu Raminten sudah berkelanjutan atau tidak, maka kita harus menilainya berdasarkan beberapa indikator. Hal inilah yang akan menjadi fokus pembahasan kali ini.
A. Indikator Penilaian Keberlanjutan.
1. Mempertahankan fungsi ekologi.
2. Berlanjut secara ekonomis.
3. Adil.
4. Manusiawi.
5. Luwes.
1. Mempertahankan fungsi ekologi.
Hal ini menyangkut pada ekosistem yang berada pada wilayah lahan yang d manfaatkan. Baik mulai dari unsure tanah, air, udara, dan keberadaan satwa di sekitar lahan.
Dari pengamatan yang dilakukan, unsure – unsure tersebut seperti tanah pada lahan yang di manfaatkan masih dapat memberikan asupan unsure hara kepada tanaman namun kurang maksimal, sehingga petani telah melakukan perbaikan tanah dengan menambahkan pupuk organic serta mengembalikan residu tanaman dari tanaman maupun gulma ke dalam tanah.
Untuk unsure air dan udara masih terliha sangat baik, system irigasi yang di gunakan juga berfungsi dengan baik, air masih terus tersedia dalam jumlah yang cukup.
2. Berlanjut secara ekonomis.
Petani yaitu ibu Raminten memiliki lahan pertanian seluas ± ¼ ha. Dengan pemanfaatan lahan secara rotasi, mulai dari system sawah yaitu padi dengan varietas serang, kacang tanah, dan tanaman hortikultur yaitu tomat dan bongkol.
Table jumlah produksi pemenfaatan lahan.
No Jenis tanaman Input Output
Kg Rp Kg Rp
1 Padi (serang) 1. NPK (50)
2. Pestisida
3. Bibit
4. Pekerja 50x1100x2 = 110000
-
10x20000x2 = 400000 1200 4000x1200 = 4800000
Jumlah Rp.510.000 1200 Rp.4.800.000
2 Kacang tanah 1. NPK
2. Pestisida
3. Bibit
4. Pekerja -
-
5x20000 = 100000 500 500x600 = 3000000
Jumlah Rp.100.000 500 Rp.3.000.000
3 a. Tomat
b. Bongkol 1. NPK
2. Pestisida
3. Bibit
4. Pekerja 50x1100 = 55000
10 x 20000 = 200000 400
200 400x2000 = 800000
200x4000 = 800000
Jumlah Rp.255.000 600 Rp.1.600.000
Total Rp.865.000 Rp.9.400.000
Keuntungan petani per bulan.
Output – Input/12
9.400.000 – 865.000/12 = 8.535.000/12 = 711.250
Selain bertani, ibu raminten juga memiliki ternak sapi pera yang hasilnya di jadikan tambahan penghasilan keluarga.
3. Adil.
Petani (termasuk ibu Raminten) sampai pada saat ini masih belum mampu menjadi penentu pasar, hal inilah yang membedakan sektor pertanian dengan sektor Industri, petani selalu mendapatkan perlakuan yang dinilai kurang adil, dimana pengepul atau pedagang lebih banyak memperoleh proporsi keuntungan persatuannya dibanding keuntungan petani, padahal dari tingkat kesulitan jelas petani bekerja lebih berat daripada pengepul atau pedagang pasar, bahkan tidak jarang petani malah memperoleh kerugian saat panen tiba, ini dikarenakan harganya yang jatuh jauh dibawah normal.
4. Manusiawi.
Hal ini tentunya berkaitan erat dengan tingkat penghasilan serta kesejahteraan petani, dari keterangan petani setelah dilakukan perhitungan pendapatan ibu Raminten hanya sebesar ± 300 ribu per bulan, sehingga apabila kita lakukan perhitungan kasar dan menyesuaikan dengan kebutuhan hidup sehari-hari sudah barang tentu pendapatan tersebut masih kurang mencukupi untuk biaya hidup dan biaya pendidikan anak selama satu bulannya.
5. Luwes.
Dimana petani dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini terutama masalah kualitas, namun kenyataannya produk-produk petani lokal saat ini masih jauh dari standar kualitas yang diharapkan, apalagi pasar ekspor sehingga nilai ekonomisnya menjadi rendah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN.
System pertanian yang di lakukan oleh ibu raminten dapat dikatakan masih belum masuk dalam skala pertanian yang berkelanjutan menurut tingkat pendapatan yang di perolehnya. Hal ini di karenakan hasil produksi pertanian yang dihasilkan masih belum mampu mencukupi kebutuhan.
Dari hasil pengamatan, kami dapat menyimpulkan ibu raminten terlalu banyak menggunakan tenaga kerja dalam proses pengolahan maupun pada proses pemanenan. Hal ini seharusnya dapat di minimalisirkan agar pengeluaran tidak terlalu besar. Serta luasa lahan yang di gunakan juga dapat dikatakan kurang mampu memberikan jumlah produksi yang di harapkan.
Namun, petani khususnya ibu raminten telah berupaya untuk merubah system pertaniannya dengan tidak lagi tergantung dengan pupuk anorganik. Beliau telah beralih menggunkan pupuk organic serta memanfaatkan residu tanaman untuk di kembalikan ke dalam tanah sebagai upaya perbaikan kesuburan tanah.
Ada beberapa hal yang dinilai sebagai ukuran keberlajutan system paertanian ibu raminten diantaranya yaitu :
1. Produktivitas pertanian tidak mampu mencukupi kebutuhan dari petani.
2. Produktifitas tanah dari tahun ke tahun semakin menurun.
3. Merusak keseimbangan alam yang ada, yaitu dengan adanya pencemaran udara dan air oleh bahan-bahan kimia pertanian yang digunakan.
4. Belum adanya pembagian atau perolehan keuntungan yang seimbang antara petani dengan pengepul atau pedagang, petani selalu mendapatkan proporsi keuntungan yang lebih kecil padahala kerjanya lebuh berat (belum adanya prinsif keadilan)
5. Image atau derajat seorang petani dimata masyarakat masih belum mampu terangkat, image petani masih identik dengan kemiskinan.
6. Petani masih belum mampu menyesuaikan diri denggan permintaan pasar dan bersaing dengan produk-produk luar untuk merebut pasar ekspor.
B. SARAN.
Ada beberapa saran yang dapat kami sampaikan yaitu :
1. Mengurangi jumlah pekerja yang d gunakan dalam proses pengolahan lahan maupun dalam proses pemanenan.
2. Mencoba untuk mengembangkan usaha kecil dalam proses pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA
Alif jurtanto, 2012. Pertanian berkelanjutan. www. Luluatul Umayya blog.html.
Diakses tanggal 9 November 2012
Djajakirana, 2001.Peranan Bahan Organik.www.wikipedia.com.
Diakses tanggal 9 November 2012
FAO Committee on Agriculture (COAG). 1999. Based on Organic agriculture. Rome on 25-26 January 1999.
Handika, 2012. Pertanian Berkelanjutan Dengan Sistem Tumpang Sari Ramah Lingkungan. www. bengkulu2green.com
Diakses tanggal 9 November 2012
Kasumbogo Untung. 1997 Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Makalah yang Dibawakan Dalam Seminar Nasional Pertanian Organik.
Kononova, 1961.Pengertian bahan Organik.www.wikipedia.com.
Diakses tanggal 9 November 2012
Lal, 1995. Pengolahan tanah berkelanjutan. www.wikipedia.com.
Diakses tanggal 9 Novembar 2012
Suwardi-Fasilitator Pertanian Sub-Program Kampung Konservasi Yayorin (Pertanian Alternatif Pertanian Berkelanjutan Dengan Sistem Tumpang sari,SUMPITAN (Suara Pinggiran Hutan). Media Informasi Yayasan Orang Utan Indonesia;No. 23/April-Juni/2009.
Labels:
NEWS
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
ReplyDeleteSekalian Mohon ijin ya numpang iklan promosi Produk berikut ini :
- CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
- CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
-CaCo3 /Kalsium Karbonat.
- Kaptan / Kapur Pertanian
- Dolomite.
- Zeolite .
- Bentonite.
Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.