Showing posts with label SOIL. Show all posts
Showing posts with label SOIL. Show all posts

PENGELOLAAN TANAH SALIN (BERGARAM)

Tanah salin yang teririgasi di daerah iklim kering, dapat dikelola untuk mengurangi masalah garam tersebut. Satu tindakan yang pasti adalah menanam tanaman yang toleran garam.  Namun tahap ini belum dapat menyelesaikan masalah  karena  butuh waktu lama untuk menyeleksi tanaman yang toleran garam.
Di bawah ini terdapat beberapa tindakan praktis yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi masalah garam sebagai berikut :

  1. Persiapkan lahan dengan baik untuk irigasi.  Perataan tanah yang tepat dapat mencegah bercak-bercak garam.  Petani dapat juga merancang sistem drainase selama persiapan lahan.
  2. Jika memungkinkan, gunakan air irigasi dengan kualitas baik.
  3. Jaga kelembaban tanah.  Air akan mengencerkan garam-garam tanah, sehingga dapat menurunkan       tekanan osmotik.  Garam akan merusak tanah dalam kondisi kering.  Bila konsentrasi garam tinggi,     potensial matrik tanah menjadi tinggi.
  4. Irigasi yang berlebihan dapat mencuci garam-garam keluar dari profil tanah.
  5. Kembalikan bahan organik ke dalam tanah dengan menggunakan pupuk kotoran ternak, residu           tanaman dan pupuk hijau.
  6. Cegah pemupukan yang berlebihan.  Kebanyakan pupuk merupakan senyawa garam dan dapat         meningkatkan masalah salinitas.
  7. Pertahankan untuk selalu melakukan uji tanah untuk memonitor kondisi tanah.
  8. Tanamlah tanaman di lereng guludan pada lahan yang dengan sistem irigasi alur.  Karena garam-garam cenderung terakumulasi di puncak guludan (Gambar 4.12)

Gambar 4.12.  Cara Penanaman  Pada Tanah Dengan Sistem Irigasi Furrow (Alur),  Dilakukan Di Lereng Guludan.  Puncak Guludan Mempunyai Kandugan Garam Tertinggi.

     9.  Gunakan irigasi tetes. Sistem irigasi ini dapat mengurangi stres garam pada tanaman karena dapat                   menjaga keseragaman kelembaban tanah dan memindahkan garam-garam keluar daerah perakaran               tanaman dan masuk diantara tanaman dan barisan tanaman (Gambar 4.10)
Gambar 4.13. Irigasi Tetes Dapat Mengurangi Stres Garam Tanaman

CARA MEREKLAMASI TANAH BERKADAR GARAM TINGGI

Tahap pertama mereklamasi tanah berkadar garam tinggi adalah mempertimbangkan apakah tindakan praktikal tersebut menguntungkan bagi produktivitas tanah dan tanaman.  Tahapan dasar untuk mereklamasi tanah ini adalah mencuci garam-garam, sehingga harus tersedia sumber daya air yang memadai dan terjangkau.  Tanah bertekstur halus memiliki drainase jelek, sehingga bila tindakan reklamasi ini dilakukan pada tanah ini perlu tindakan perbaikan drainase terlebih dahulu agar garam-garam dapat tercuci keluar profil tanah.  
Kebanyakan tanah-tanah berkadar garam tinggi bermasalah dalam drainase, termasuk juga tingginya water table (batas kedalaman air tanah) , adanya lapisan keras, tanahnya bertekstur halus.  Tindakan pengolahan tanah dalam (Subsoiling) dapat membantu memecahkan lapisan keras tersebut.  Tanah dengan water table tinggi harus didrainase hingga kedalaman 300 – 500 cm, sehingga air yang bergaram tersebut dapat hilang dari daerah perakaran tanaman dan keluar dari areal lahan pertanian.  Setelah drainase dijamin baik, tindakan tahap selanjutnya tergantung kepada jenis masalah yang ada.
Tanah salin paling mudah direklamasi.  Biasanya petani menggenangi tanah ini sehingga air perkolasi mencuci garam-garam keluar profil tanah.  Penggunaan air berkualitas tinggi akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan air yang mengandung garam.  Pembuatan kolam penampungan air merupakan satu cara untuk menyediakan air  pencucian.  Pada pembuatan kolam ini, diperlukan alat-alat berat untuk membuat tanggul dan membaginya dalam beberapa kolam-kolam kecil, kemudian digenangi.
Reklamasi tanah salin dapat menggunakan mulsa organik. Mulsa mengurangi evaporasi air dari permukaan tanah, meningkatkan gerakan air ke bawah.  Selain itu bahan organik menjaga kehilangan tanah dan mempertahankan struktur tanah sehingga drainase menjadi lebih baik.
Tanah sodik tidak dapat direklamasi dengan pencucian, karena permukaan tanah ini yang padat menghambat drainase tanah.  Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menghilangkan Natrium (Na). Untuk menghilangkan Na dapat dilakukan dengan pemberian Gypsum.  Butiran gypsum dapat disebar di permukaan tanah atau gypsum yang halus dapat diaplikasikan dengan melarutkannya pada air irigasi.  Ketika gypsum masuk ke dalam tanah, maka gypsum akan larut dan Calsium akan menggantikan Na dari tapak pertukaran.  Selanjutnya Natrium bereaksi dengan sulfat  membentuk garam Natrium sulfat yang akan tercuci ke luar profil tanah.

Gypsum merupakan bahan perbaikan tanah (amendment) yang tidak terlalu mahal dan mudah diperoleh. Bahan kimia lain juga dapat digunakan untuk reklamasi ini.  Jika tanah mengandung kapur (CaCO3), sulfur akan menambah Calsium secara langsung.  Sulfur diubah menjadi asam sulfat oleh bakteri.  Ion hidrogen dapat menggantikan Na pada tapak pertukaran.  Selanjutnya asam bereaksi dengan kapur tanah membentuk gypsum sebagaimana reaksi dibawah ini.


Konversi sulfur menjadi asam sulfat membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga perlakuan sulfur relatif lambat.  Untuk tindakan cepat, dapat menggunakan asam sulfat yang diaplikasikan secara langsung. Tindakan ini membutuhkan biaya yang lebih mahal dan berbahaya. Akar-akar tanaman yang mendapat perlakuan ini dapat melepaskan sejumlah besar CO2 yang bereaksi dengan air tanah membentuk asam karbonat.  Asam tersebut bereaksi dengan kapur tanah membebaskan Calsium yang dapat menggantikan Na pada tapak pertukaran.
Setelah calsium menggantikan Na pada tapak pertukaran, tanah lambat laun mulai membentuk agregat. Sehingga kondisi fisik tanah menjadi lebih baik, sehingga petani dapat mulai menanam tanaman yang toleran terhadap garam seperti barley.
Untuk tanah salin-sodik juga harus dilakukan tindakan penghilangan natrium (Na).  Jika tanah ini dicuci, maka Ca dan Mg juga akan ikut tercuci, sedangkan Na tetap berada di dalam tanah membentuk tanah sodik.  Jadi perlakuan gypsum juga diperlukan untuk tanah salin-sodik  Tahap awal petani mencuci tanah ini dengan air salin (bergaram).  Garam Ca dan Mg dalam air akan menggantikan Na pada tapak pertukaran, sehingga dapat mencegah rusaknya struktur tanah.

PENGARUH SALINITAS TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

Salinitas tanah  dapat membatasi pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara : (1)  Mempengaruhi Keseimbangan air tanaman (Kekeringan fisiologis), (2) Mempengaruhi Keseimbangan ion yang mengakibatkan konsumsi energi meningkat (respirasi karbohidrat) untuk mempertahankan proses metabolik dan (3) Adanya sifat Toksik dari ion Na+ dan Cl-.  Tingginya tekanan osmotik dalam larutan tanah menyebabkan potensial air tanah rendah, dan ketika kontak dengan sel-sel tanaman, zat-zat terlarut akan berpindah menuju larutan tanah dan sel-sel tanaman pecah (Plasmolisis).  Tanaman yang dipengaruhi oleh garam akan menunjukkan pertumbuhan yang kerdil dan mempunyai warna daun hijau gelap.  Pada spesies tanaman berkayu, kelebihan garam dapat menyebabkan daun-daun tampak seperti terbakar.  Air irigasi yang mengandung garam tinggi dapat menyebabkan daun terbakar.  Bila salinitas tanah meningkat maka laju pertumbuhan tanaman akan menurun.  Pertumbuhan bagian atas tanaman lebih diperngaruhi kadar garam tanah dibandingkan dengan pertumbuhan akar.


Kandungan Na+ yang tinggi dapat meracuni akar-akar tanaman, terutama selama musim kemarau.  Bila konsentrasi Na+ meningkat dalam larutan tanah maka jaringan akar tanaman akan terhidrasi.  Pada tanah sodik, Na+ dapat menggantikan Ca2+ dalam membran sel yang dapat meningkatkan permeabilitas membran dan transport ion.  Kebanyakan tanaman terutama jenis rumput-rumputan, mengakumulasi Na+ dalam daun, yang mengakibatkan terjadinya nekrosis pada ujung dan sudut daun.
Meskipun ion Cl-, merupakan unsur hara mikro esensial, akan tetapi kelebihan Cl- dalam larutan tanah atau dalam air irigasi dapat mengurangi produktivitas tanaman yang sensitif terhadap Cl-.  Tanaman berkayu lebih sensitif terhadap Cl- daripada tanaman tidak berkayu.  Pada  Tabel 4.10. disajikan ketoleranan beberapa jenis tanaman terhadap Cl-.

Tabel 4.10.  Sensitivitas Beberapa Tanaman Terhadap Terjadinya Daun Terbakar Yang Disebabkan Oleh Cl-
Toleran
Semitoleran
Sensitiv
Sangat sensitiv
Kapas
Barley
Alfalfa
Kentang
Beet gula
Jagung
Wijen
Tomat
Bunga Matahari
Safflower
Sorghum
Kedelai
Tanaman buah-buahan
Jeruk

Toksisitas terhadap kelebihan B terjadi di beberapa daerah kering (arid).  Unsur Boron (B) yang terakumulasi di dalam jaringan daun dapat menyebabkan nekrosis pada daun.  Kebanyakan tanaman rumput-rumputan toleran terhadap B, sedangkan tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran sensitiv terhadap kadar Boron yang tinggi.
Salinitas yang tinggi dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi dan toksisitas.  Sebagai contoh, pada tanah salin kandungan SO42- berlebihan sedangkan kandungan Ca2+ atau Mg2+ rendah, yang dapat menyebabkan terjadinya warna coklat pada jaringan tanaman slada., busuk pada tomat dan lada serta bercak hitam pada tanaman seledri.  Tanaman yang toleran terhadap Na+ mempunyai kemampuan mempertahankan ratio K+/Na+ yang tinggi dalam jaringannya.  Teknologi pemuliaan tanaman dapat digunakan untuk memperbaiki adaptasi dan toleransi tanaman pada lingkungan berkadar garam tinggi. 

TANAH SALIN, SODIK, DAN SALIN-SODIK

Di daerah kering (arid) dan semi arid, air di dalam tanah mengalami evaporasi akibat panas dan suhu tinggi, sehingga garam-garam yang larut dalam air terakumulasi di lapisan atas tanah membentuk tanah salin, sodik dan salin-sodik.  Tanah-tanah ini tersebar luas di daerah arid dan semiarid, dimana curah hujan tidak mencukupi untuk proses pencucian garam-garam tersebut.  Rata-rata curah hujan di daerah ini sebesar ± 500 mm/tahun.  Diperkirakan 10 % dari tanah-tanah di daerah panas merupakan tanah berkadar garam tinggi.  Dari tanah yang telah dikelola, kira-kira 20 % merupakan tanah salin dan 35 % tanah sodik.


Perkembangan cepat pada lahan-lahan teririgasi lebih dari empat dekade ini telah meningkatkan salinitas tanah-tanah yang telah dikelola.  Salinitas merupakan masalah utama pada tanaman padi lahan sawah.  Garam-garam yang terakumulasi ini mengandung kation Na+, K+, Ca2+ dan Mg2+ serta anion-anion Cl-, SO42-, HCO3- dan CO32-.  Garam-garam ini dapat berasal dari mineral yang melapuk dan terakumulasi di tempat tertentu dimana curah hujan sangat rendah untuk mencuci garam-garam tersebut.
Natrium (Na) merupakan unsur yang bersifat merusak, karena dapat meracuni tanaman dan berpengaruh negatif terhadap struktur tanah.  Bila persentase KTK tanah banyak didominasi oleh Na+, agregat tanah akan terdispersi, mengurangi proses agregasi alami di dalam tanah dan merusak struktur tanah.  Tanah-tanah ini bersifat impermeabel terhadap air, karena terdapat lapisan kerak pada permukaan tanah, sehingga dijumpai lapisan air di permukaan tanah karena tidak dapat terinfiltrasi ke dalam tanah.
Masalah dispersi terjadi pada kadar Na+ yang dapat dipertukarkan berbeda-beda.  Tanah-tanah bertekstur halus dengan kandungan liat montmorilonit akan terdispersi pada kejenuhan Na+ sebesar 15 % dari KTK.  Pada tanah-tanah tropis dengan kandungan Al dan Fe oksida tinggi dan tanah-tanah yang mengandung liat kaolinit, akan terdispersi pada kejenuhan Na+  40 %.  Sedangkan pada tanah-tanah dengan kandungan liat rendah cenderung sedikit bermasalah karena tanah-tanah ini lebih bersifat permeabel.

Tanah Salin
Tanah salin merupakan tanah yang mempunyai sifat konduktifitas listrik dalam kondisi tanah jenuh (Electrical Conductivity = ECse)  > 4 mmhos/cm, pH < 8,5 dan persen Na+ yang dapat dipertukarkan (Nadd) (ESP) < 15%.  Tanah salin juga dikenal dengan tanah alkalin putih karena adanya deposit garam di permukaan tanah ketika evaporasi terjadi. Garam-garam ini dapat tercuci keluar, tanpa berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH.  Konsentrasi garam-garam larut ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, meskipun beberapa spesies tanaman dapat toleran pada kadar garam tinggi.

Tanah Sodik
Tanah sodik terjadi bila ESP > 15 %, ECse < 4 mmhos/cm, dan pH > 8,5 (Tabel   4.9.).  Tanah-tanah ini juga dikenal dengan tanah alkalin hitam karena adanya bahan organik di permukaan tanah bercampur dengan garam-garam.  Pada tanah sodik, kandungan Na yang tinggi ini dapat mendispersi koloid-koloid tanah dan menimbulkan penyakit nutrisional pada kebanyakan tanaman.

Tanah Salin-Sodik
Tanah salin-sodik mempunyai ECse > 4 mmhos/cm sehingga dikelompokkan sebagai tanah salin dan kandungan Na+ yang dapat dipertukarkan tinggi (> 15% ESP) sehingga dikualifikasikan sebagai tanah sodik.  pH tanah  pada umumnya < 8,5.  Berlawanan dengan tanah salin, bila garam-garam tercuci keluar, Nadd terhidrolisa dan meningkatkan pH tanah, yang menghasilkan tanah sodik.  Sifat-sifat ketiga jenis tanah ini dapat diringkas pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9.  Klasifikasi  Tanah Salin, Sodik dan Salin-Sodik Berdasarkan Sifat-Sifatnya

Klasifikasi
ECse(mmho/cm)*)
pH tanah
ESP (%)
Kondisi Fisik
Salin
> 4,0
< 8,5
< 15
Normal
Sodik
< 4,0
> 8,5
> 15
Jelek
Salin-Sodik
>4,0
<8,5
> 15
Normal
*) ECse menunjukkan konduktifitas listrik dalam kondisi ekstrak tanah jenuh
Nilai ECse yang tinggi  menunjukkan konsentrasi garam yang tinggi. Satuan mmho/cm berasal dari satuan tahanan  listrik (ohm), konduktivitas merupakan lawan dari tahanan listrik sehingga diberi satuan mho.       1 mmho = 0,001 x mho.  Satuan cm dalam mmho/cm, merupakan jarak antara  antara permukaan muatan – dan +dari elektrode yang merupakan sensor ECse.  Dalam SI mmho/cm = ds/m.

TANAH BERKAPUR (CALCAREOUS)

Deskripsi Umum
Tanah Calcareous merupakan tanah-tanah dengan kandungan CaCO3 yang tinggi.  Tanah-tanah ini banyak dijumpai  di daerah kering (arid) dimana curah hujan tahunan kurang dari  500 mm/tahun.  Dengan semakin tingginya curah hujan, maka keberadaan CaCO3 akan berpindah ke lapisan tanah yang lebih dalam.  Pada daerah dengan curah hujan melebihi 750 – 1000 mm/th tidak dijumpai kapur (CaCO3)  di daerah perakaran tanaman.  Tanah Calcareous memiliki pH ≥ 7,2.  pH tanah yang mengandung CaCO3 dalam kondisi keseimbangan dengan CO2 atmosfer adalah 8,5.  Namun bila kandungan CO2 di atmosfer 10 kali lebih tinggi dapat menurunkan pH menjadi 7,2-7,5.  Tanah Calcareous dengan pH ≥ 7,6 berarti di dalam tanah mengandung Na atau garam yang tinggi.


Mengasamkan Tanah Calcareous
Pengasaman juga dibutuhkan untuk tanaman dengan kisaran pH optimum yang rendah yang ditanam pada tanah Calcareous.  Untuk menurunkan pH tanah, CaCO3 yang ada di dalam tanah harus dinetralisir dengan menambahkan bahan pembentuk senyawa asam.  Namun tindakan menetralsir CaCO3 untuk menurunkan pH tanah Calcareous kurang praktis.  Karena hanya sekitar 2 % dari CaCO3 dalam tanah yang dapat dinetralisir oleh bahan pembentuk asam tersebut, sehingga dibutuhkan bahan pengasaman yang banyak.  Akan tetapi pH yang dicapai hampir sama dengan pH semula karena kejenuhan basa tanah ini mencapai 100 %.  Oleh karena itu untuk menurunkan pH tanah Calcareous, penambahan bahan asam seperti serbuk belerang (So) ditujukan untuk memproduksi H+ dan Al3+, sehingga dengan sendirinya akan mengurangi besarnya kejenuhan basa dan pH tanah akan menurun.  Jumlah So yang dibutuhkan dapat diestimasi seperti perhitungan pH dan Kejenuhan Basa seperti yang telah dijelaskan di muka.  
Reaksi pengasaman tanah berlawanan dengan reaksi pengapuran tanah asam.  Terdapat beberapa bahan pembentuk asam yang dapat digunakan untuk mengasamkan antara lain :
1. So elementer 
Unsur S (belerang) merupakan bahan pengasam tanah yang efektif.  Bila So elementer diaplikasikan ke dalam tanah maka akan terjadi reaksi sebagai berikut :


Untuk setiap mol So yang diaplikasikan dan mengalami oksidasi, maka akan dihasilkan 2 mol H+, yang dapat menurunkan pH tanah.  Oksidasi So dapat terjadi secara sempurna bila dibantu oleh bakteri Thiobacillus.  Bila tanah alkalin berada di daerah yang dingin dan kering, reaksi tersebut akan berjalan lambat.  Sehingga aplikasinya dilakukan beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum tanam dengan cara disebar atau dibenamkan untuk menjadi reaksi terjadi secara sempurna.
Sulfur tersedia dalam bentuk bubuk (powder) maupun butir (granular) bahkan dapat dalam bentuk larutan.  Sulfur dalam bentuk bubuk bereaksi paling cepat, tetapi lebih sulit aplikasinya.  Sedangkan yang dalam bentuk butir reaksinya lebih lambat namun lebih mudah aplikasinya.
2.  Asam Sulfat
Asam sulfat (H2SO4) telah digunakan untuk mereklamasi tanah-tanah yang banyak mengandung Na dan B.  Pemberian asam sulfat  pada tanah ini dapat meningkatkan ketersediaan P dan unsur mikro, mengurangi volatilisasi NH3, meningkatkan penetrasi air, mengendalikan gulma spesifik dan patogen di dalam tanah.  Pengaruh H2SO4 dan perlakuan pengasaman lainnya juga terbukti meningkatkan ketersediaan hara dan meningkatkan hasil tanaman.
H2SO4 dapat ditambahkan secara langsung ke dalam tanah, tetapi dalam aplikasinya harus menggunakan peralatan yang tahan asam serta pekerja harus menggunakan pakaian khusus dengan menggunakan mesin aplikator atau juga dapat diaplikasikan bersamaan dengan pemberian air irigasi.  Kelebihan H2SO4 adalah dapat secara cepat bereaksi dengan tanah.
3. Aluminium Sulfat
Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3) banyak digunakan oleh para petani tanaman hias untuk mengasamkan tanah.  Senyawa ini tidak umum digunakan di bidang pertanian, namun dapat menurunkan pH tanah.  Bila Al2(SO4)3 ditambahkan ke dalam air, maka senyawa ini akan terhidrolisa menghasilkan senyawa asam seperti reaksi di bawah ini :



Senyawa lain yang dapat mengasamkan tanah adalah  besi sulfat (FeSO4).  Bila besi sulfat diaplikasikan ke dalam tanah akan bereaksi sama seperti Aluminium sulfat.

4. Ammonium Polysulfida
Senyawa ini berupa cairan dengan rumus kimia NH4Sx.  Penggunaan bahan ini bertujuan menurunkan pH tanah dan meningkatkan penetrasi air pada tanah alkalin dan salin yang teririgasi.  Bahan ini dapat diaplikasikan secara larikan dengan lebar larikan 7 – 10 cm atau dapat diaplikasikan dengan air irigasi.  Aplikasi secara larikan lebih efektif dalam hal mengatasi masalah defisiensi unsur mikro daripada yang diaplikasikan dengan air irigasi.  Senyawa Polysulfida akan terurai menjadi ammonium sulfida dan koloid So ketika diaplikasikan.  So dan S2- akan teroksidasi menjadi H2SO4.  Kalium polysulfida merupakan senyawa yang serupa juga dapat digunakan untuk tujuan ini.
Cara Aplikasi Pengasaman Tanah Dengan Pemberian Pupuk Dalam Larikan
Oleh karena tingginya kejenuhan basa pada tanah-tanah calcareous, maka biaya untuk pembelian bahan pengasaman tanah sangat besar untuk menyempurnakan reaksi netralisasi CaCO3.   Sehingga petani tidak perlu menetralisir CaCO3 secara keseluruhan dari profil tanah.  Daerah-daerah dalam profil tanah yang perlu diasamkan hanya di daerah perakaran tanaman saja, sehingga pemberian bahan pembentuk asam ini dapat dilakukan secara larikan pada tempat-tempat tertentu.  Pupuk Ammonium thiosulfat dan ammonium polyphosfat dapat mengasamkan tanah dan diaplikasikan dekat barisan tanaman, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur mikro.



KEGUNAAN KAPUR DI BIDANG PERTANIAN

Manfaat Langsung
Kisaran pH tanah untuk produksi optimum bervariasi diatara berbagai tanaman.  Pada tanah Alfisol dan Mollisol, pengapuran sampai pH 6,5-6,8 sudah cukup optimum untuk kebanyakan tanaman.  Pengapuran pada tanah Ultisol dan Oxisol hingga pH > 6,5 dapat mengurangi ketersediaan P dan unsur mikro.  Pengapuran tanah organik hingga pH> 5,0 kurang praktis karena dibutuhkan jumlah kapur yang sangat besar yang diperlukan untuk meningkatkan pH tersebut atau kejenuhan Basa.
Manfaat langsung dari pengapuran adalah mengurangi toksisitas Al3+ pada tanaman.  Toksisitas Al3+ merupakan faktor pembatas utama pada kebanyakan tana-tanah asam, terutama tanah asam dengan pH <5,5.  Efek toksik dari kelebihan Al3+ terhadap pertumbuhan tanaman dapat mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman.  Panjang akar tanaman menurun, karena pembelahan sel terhambat.  Efek yang lain dapat menghambat inisiasi nodul (bintil akar), mengikat P dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman, menurunkan respirasi akar, menggangu aktivitas enzim yang mengatur pengendapan gula di dalam dinding sel, meningkatkan kekakuan dinding sel dan mengganggu serapan hara , transport dan penggunaan hara dan air oleh tanaman.  Pada pH ≤ 4,5, toksisitas H+ akan merusak membran akar dan menghambat pertumbuhan bakteri.  Manfaat tunggal secara langsung ini pada tanah asam dapat mengurangi kelarutan Al3+,  sehingga efek-efek negatif dari Al3+  yang telah dijelaskan diatas dapat ditekan seminimal mungkin.
Kepekaan berbagai jenis tanaman dan berbagai varietas pada jenis tanaman yang sama berbeda-beda, dimana toleransinya terhadap Al3+ dikontrol secara genetik.  Pada Tabel 4.4.  disajikan toleransi beberapa jenis tanaman terhadapAl3+.

Tabel 4.5.  Toleransi terhadap Aluminium dari Beberapa Jenis Tanaman

Sangat Sensitif
Sensitif
Toleran
Sangat Toleran
Alfalfa
Barley
Rumput Rye
Rumput Orchad *)
Tanaman obat-obatan
Gandum *)
Semanggi putih (White clover)
Rumput Rhodes
Semanggi merah (Red Clover)
Rumput Buffel
Rumput Orchad *)
Paspalum

Kapas
Gandum *)
Oats

Kedelai
Jagung
Rumput Bermuda

Shorgum
Padi
Rumput Bahia

Kacang Tanah
Lupin


Manfaat Tidak Langsung
Ketersediaan Hara
Pada pH rendah, tanah dengan kandungan oksida Al dan Fe tinggi, unsur P akan mengendap sebagai senyawa Fe/Al-P yang tidak larut.  Pengapuran pada tanah asam akan mengendapkan Al3+ dalam bentuk Al(OH)3 dan Fe dalam bentuk Fe(OH)3, sehingga ketersediaan P meningkat.  Namun bila pengapuran dilakukan sampai pH 6,8 – 7,0 dapat mengurangi ketersediaan P karena mengendap membentuk senyawa Ca atau Mg Phospat.  Oleh karena itu program pengapuran seharusnya direncanakan sehingga pH tetap dipertahankan antara 5,5 dan 6,8 jika kita ingin mendapatkan manfaat maksimum dari pemupukan P.
Semua unsur mikro akan menurun ketersediaannya dengan meningkatnya pH tanah kecuali Mo.  Pada tanah asam, unsur mikro meningkat ketersediaannya sehingga dapat meracuni tanaman.  Peningkatan pH akan mengurangi keracunan tersebut, namun bila terlalu banyak jumlah kapur yang diberikan tanaman akan mengalami defisien unsur mikro.  Oleh karena itu jumlah kapur yang cukup sangat diperlukan.  Nilai pH antara 5,6 – 6,0 sudah cukup untuk meminimalisasikan keracunan unsur mikro namun dilain pihak ketersediaan unsur mikro cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Ketersediaan Mo meningkat dengan pengapuran, dan defisiensi jarang terjadi pada pH ≥ 7,0.  Namun karena efeknya terhadap ketersediaan unsur mikro yang lain, maka pengapuran hingga nilai pH 7,0 tidak direkomendasikan untuk kebanyakan tanaman pangan di daerah tropika basah.
Kebanyakan organisme-organisme tanah yang melakukan aktivitas nitrifikasi membutuhkan Ca.  Sehingga nitrifikasi akan meningkat dengan adanya pengapuran untuk meningkatkan pH dari 5,5  menjadi 6,5.  Dekomposisi residu tanaman dan bahan organik tanah juga lebih cepat pada kisaran pH ini.  
Fiksasi N2 secara simbiotik dan non simbiotik akan lebih intensif bila dilakukan pengapuran yang cukup.  Aktivitas Rhizobium akan terhambat pada pH < 6,0, sehingga pengapuran akan meningkatkan pertumbuhan tanaman legum karena fiksasi N2 meningkat.  Organisme pemfiksasi N2 secara non simbiotik akan meningkat pada tanah-tanah yang dikapur,  yang mana juga dapat meningkatkan dekomposisi residu tanaman.
Hasil penelitian Sumarwoto (2004), pengaruh pemberian kapur terhadap ketersediaan hara N, P, dan K serta kadar Aldd dalam tanah disajikan pada Tabel 4.6.  Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulan bahwa pengapuran dapat meningkatkan ketersediaan hara dan menurunkan kadar Aldd pada dosis yang optimal

Tabel 4.6.  Pengaruh dosis kapur terhadap kadar N, P, K, dan Al  tanah Ultisol Gajruk (Sumarwoto, 2004)

Perlakuan
N
(%)
P
(ppm)
K
(me/100 g)
Al
(ppm)
Dosis Kapur
0 (Al-dd) (0 ton/ha)
27,33
0,214
1,04
379,11 a
1 (Al-dd) (20 ton/ha)
37,08
0,390
1,35
281,56 b
2 (Al-dd) (40 ton/ha)
27,20
0,293
1,31
253,67 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom  yang sama tidak berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf α = 0,05

Sedangkan pengaruh pengapuran dalam menaikkan pH tanah telah dibuktikan dari hasil penelitian Joy (2005) seperti yang disajikan pada Tabel 4.7 di bawah ini. 

Tabel 4.7.  Pengaruh kapur dan P-Alam terhadap kemasaman (pH) tanah
(Joy, 2005)

Perlakuan
Rata-rata pH tanah
k0 = tanpa kapur
4,6 a
k1 =  kalsit 1,5 x Aldd
5,6 b
k2 = dolomite 1,5 x Al-dd
5,9 c
p0 = tanpa P-alam
5,0 a
p1 = 45 kg P/ha
5,3 b
p2 = 90 kg P/ha
5,5 c
p3 = 120 kg P/ha
5,6 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada 
kolom  yang sama tidak berbeda nyata menurut uji berganda Duncan 
pada taraf α = 0,05

Secara keseluruhan masalah perharaan tanaman sehubungan dengan kemasaman tanah disajikan pada Tabel 4.8. 

Tabel 4.8. Masalah Perharaan Tanaman yang Berhubungan dengan Kemasaman Tanah

Masalah Hara
Kondisi pH tanah dan kondisi lainnya
Pengaruh Pemberian Kapur
Toksisitas Al dan Mn
Biasanya pH < 5,0 -5,5, bergantung pada tanaman dan varietas
Al dd dan di dalam larutan tanah menurun dengan meningkatnya pH
Toksisitas H+
pH < 4,0 ; toksisitas Al/Mn biasanya terjadi pertama kali
Menurunkan Hdd dan dalam larutan
Defisiensi Ca
KTK rendah, pH < 4,5 – 4,8 ; tanah tropis dengan tingkat pelapukan intensif
Cadd meningkat
Defisiensi Mg
pH < 5,5, KTK rendah atau % KB rendah
Mgdd meningkat dengan pemberian kapur dolomit
Defisiensi Mo
pH < 5,0
Mo dalam larutan meningkat
Defisiensi N
pH < 5,5 – 5,5, Nitrifikasi dan mineralisasi menurun, Bahan Organik rendah
Aktifitas mikrobia heterotrop meningkat, menambahkan residu dan bahan organik lainnya untuk meningkatkan proses dekomposisi dengan meningkatnya pH
Defisiensi P
pH < 5,0, tanah dengan tingkat pelapukan tinggi dan didominasi oleh Al/Fe Oksida
Aldd dan KTA menurun, KTK dan % KB meningkat, kelarutan mineral Al-P dan Fe-P meningkat
Defisiensi K
pH < 5,0, KTK dan % KB rendah, tanah dengan tingkat pencucian tinggi dan Al dapat dipertukarkan tinggi
Aldd menurun, % KB meningkat

Kondisi Fisik Tanah
Struktur tanah yang bertekstur halus dapat diperbaiki dengan pengapuran, akibat dari meningkatnya kandungan bahan organik tanah dan proses flokulasi akan meningkat dengan adanya Ca yang menjenuhi partikel liat.  Pengaruh yang menguntungkan dari kapur terhadap struktur tanah termasuk juga dapat mengurangi proses pengerakan pada tanah (Crusting), perkecambahan tanaman akan lebih cepat dan pengolahan tanah yang dengan menggunakan alat-alat berat tidak lagi diperlukan.  Namun pengapuran yang berlebihan pada tanah Oxisol dan Ultisol dapat menghasilkan kerusakan struktur tanah, sehingga menurunkan infiltrasi air. Ca juga memperbaiki kondisi fisik tanah-tanah sodik.  Meningkatnya konsentrasi garam yang disebabkan oleh pelarutan CaCO3 dapat mencegah dispersi liat dan menurunkan  konduktifitas hidrolik.

Penyakit Tanaman
Mengurangi kemasaman tanah dengan pengapuran dapat mempunyai peranan penting dalam pengendalian penyakit tanaman tertentu.  Penyakit akar pada tanaman kol yang dapat mengurangi hasil tanaman dan menyebabkan akar-akar yang terinfeksi menjadi membesar dan berubah bentuk.  Kapur secara tidak langsung mempengaruhi organisme penyebab penyakit akar tersebut, namun pada pH tanah > 7 perkecambahan spora penyebab penyakit akar akan terhambat.  Namun pengapuran dapat meningkatkan penyakit kudis pada akar tanaman pangan pada pH mendekati netral. 

BAHAN PENYUSUN KAPUR PERTANIAN

Bahan kapur yang umum adalah Ca dan Mg Oksida, hidroksida, carbonat dan silikat (Tabel 1).  Anion-anion yang menyertai bahan kapur (Ca dan Mg) harus dapat menetralisir ion H+ larutan dan ion Al3+ dan KTK tanah.

Gambar 1.  Deposit Kapur Di Pulau Madura Yang Telah Ditambang Oleh Penduduk Setempat

Bahan-bahan kapur tersebut diantaranya adalah :

Calsium Oksida
Calsium oksida (CaO) merupakan satu-satunya bahan yang benar-benar diistilahkan dengan kapur serta dapat diaplikasikan dengan mudah.  Bahan ini juga dikenal dengan kapur bakar yang berupa serbuk putih.  Di pabrik kapur bakar ini dibuat melalui pemanasan CaCO3 dan melepaskan CO2.  CaO merupakan bahan kapur yang paling efektif dengan nilai equivalen CaCO3 sebesar 179 %, dibandingkan dengan CaCO3 murni.

Tabel 1.  Sifat-sifat Bahan Kapur yang Umum Digunakan

  Eq.CaCO3 : Equivalen CaCO3 mewakili nilai netralisasi bahan dibandingkan CaCO3
Sebagai contoh Ca(OH)2 menetralisasi > 35% daripada CaCO3 dengan berat yang sama



Gambar 2.  Pembakaran Batu Kapur Secara Konvensional Menjadi Kapur

Calsium Hidroksida
Calsium hidroksida (Ca(OH)2), atau  kapur hidrat atau kapur bangunan berupa serbuk putih dan agak sulit penyimpanannya.  Netralisasi asam pada bahan kapur ini terjadi secara cepat.  Bahan kapur ini dihasilkan melalui proses hidrasi CaO dan memiliki nilai Equivalen CaCO3 sebesar 136 %

Calsium dan Calsium-Magnesium Carbonat
Calsium Carbonat (CaCO3) atau kalsit dan Casium-Magnesium Carbonat (CaMg(CO3)2) atau dolomit merupakan bahan kapur yang umum digunakan.  Batu kapur seringkali ditambang dengan metode penggalian secara terbuka.  Kualitas batu kapur tergantung kepaada kandungan liat dan ketidakmurniannya.  Nilai Equivalen CaCO3 nya bervariasi dari 65 – 105 %.  Nilai Equivalen CaCO3 secara teoretis ditetapkan 100 %, sedangkan nilai Equivalen CaCO3 dolomit sebesar 109 %.  Nilai Equivalen CaCO3 bahan kapur di bidang pertanian sebesar 80 – 95 %.  Meskipun dolomit mempunyai nilai Equivalen CaCO3 yang sedikit lebih tinggi daripada kalsit, namun dolomit memiliki kelarutan yang lebih rendah sehingga daya larutnya lebih lambat (Gambar 3)  Dolomit akan seefektif kalsit pada tingkat aplikasi yang sama bila lebih dihaluskan lagi.


Gambar 3.   Pengaruh Kehalusan Bahan Kapur Terhadap Efektivitas Relatif Batu Kapur Kalsit Dan Dolomit

Marl
Marl merupakan bahan lembut yang berupa deposit tak padu dari CaCO3 sering bercampur dengan bahan-bahan lain dan biasanya agak lembab.  Deposit Marl biasanya dijumpai di rawa-rawa yang menerima aliran air permukaan yang bersifat basa dari lahan di dekatnya.  Meskipun bahan ini sulit ditambang, namun dapat berguna untuk lokasi setempat yang memiliki deposit bahan tersebut.

Calsium Silikat

Calsium metasilikat yang berasal dari deposit alami mempunyai nilai equivalen CaCO3 sebesar 86 %.  CaSiO3 juga terbentuk dari hasil samping pabrik bijih besi.  Pada pembakaran besi, CaCO3 hilang dan berubah menjadi CO2 dan CaO, dan bergabung dengan Si menghasilkan suatu bijih besi dimana udara atau air membeku.  

Nilai Equivalen CaCO3 dari bahan ini berkisar antara 60 - 90 % dan biasanya mengandung sejumlah Mg dan P, tergantung kepada sumber bahan bijih besi dan proses pabrikasinya.

Yang perlu dicatat bahwa gypsum (CaSO4) walaupun mengandung kapur tidak dapat mengubah pH tanah, sehingga tidak digunakan sebagai bahan kapur pertanian.