TANAH SEBAGAI SUATU PENYANGGA (BUFFER)

Tanah mempunyai sifat yang menyerupai asam lemah yang akan menyangga pH.  Pada tanah asam yang menjerap Al3+ akan berada dalam keseimbangan dengan Al3+ dalam larutan tanah, yang mengalami hidrolisa menghasilkan H+ sesuai dengan kondisi pH tanah.  Jika  H+ dinetralisasi oleh suatu basa (misalnya CaCO3), Al3+ dalam larutan akan mengendap sebagai Al(OH)3, sehingga Al3+ yang dapat dipertukarkan akan lepas untuk menyuplai kembali Al3+ dalam larutan tanah.  Sehingga pH tanah dapat dipertahankan atau disangga.  Bila senyawa basa tersebut ditambahkan lagi reaksi tersebut akan terus berlangsung.  Dengan semakin banyaknya Al3+ yang dinetralisir dan tapak pertukaran akan digantikan oleh kation basa yang ditambahkan, yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH tanah secara bertahap.


Reaksi sebaliknya juga akan terjadi. Bila suatu asam ditambahkan, maka OH- dalam larutan tanah akan dinetralisir.  Secara bertahap Al(OH)3 akan melarut, untuk menyuplai OH-, sehingga Al3+ dalam larutan tanah akan meningkat.  Bila reaksi ini berlangsung terus, maka pH tanah perlahan-lahan akan menurun karena Al3+ menggantikan kation-kation basa yang terjerap.

Jumlah mineral liat dan bahan organik tanah menentukan kemampuan penyanggaan tanah.  Tanah yang mengandung lebih banyak mineral liat dan bahan organik memiliki kemampuan menyangga pH yang lebih besar sehingga memerlukan jumlah kapur yang lebih besar pula untuk meningkatkan pH tanah  dibandingkan tanah-tanah yang mengandung mineral liat type 2 : 1 (Alfisol dan Mollisol).  Sebagai contoh, kebutuhan kapur akan meningkat dengan meningkatnya kandungan liat dan KTK (Gambar 4.2.)  Pada Gambar tersebut KTK tanah lempung berliat sebesar 25 mEq/100g, KTK tanah lempung berdebu sebesar 15 mEq/100g, KTK tanah lempung berpasir sebesar 10 mEq/100g dan KTK tanah pasir sebesar 5 mEq/100g.

Sifat tanah yang lain>>

No comments:

Post a Comment